Arsip untuk 16 Februari 2012

Hasil Diskusi Tim Formatur untuk VISI dan MISI Temu Teman X :

14 Februari 2012

 

Pembuka

Key Word : Teater, Teater Kampus, Kampus, Mahasiswa, Masyarakat

Teater Kampus merupakan sebuah wadah pengembangan bakat dan minat mahasiswa dalam dunia kesenian yang lebih spesifik dalam dunia seni teater, ia tidak akan lepas dari jerat iklim kampus dan dunia mahasiswa (selagi masih dalam kampus), karenanya perlu dibuat semacam reformulasi bagi teater kampus pasca Temu Teman X ini. Reformulasi dimaksud bukan berarti membatasi gerak teater kampus, tetapi setidaknya memberikan gambaran umum mengenai problematika, kebutuhan serta penyelesaian persoalan teater kampus dalam wilayah nusantara ini. Temu Teman X harus mewadahi berbagai macam pembahasan tentang tubuh teater kampus dan bagaimana mereformulasi teater kampus agar dapat menempatkan dirinya sesuai dengan batasan-batasan yang ada baik dari institusi, mahasiswa pegiatnya maupun tata nilai (sistem) yang dibangun didalamnya, agar dapat juga teater kampus dapat dicatatkan dalam sejarah perteateran di Indonesia karena tidak dapat dinafikan bahwa munculnya para teaterawan besar mayoritas lahir dari kampus atau teater kampus. Untuk mencatatkan sejarah itu perlu adanya pembenahan dalam hal pendokumentasian yang nantinya akan menjadi salah satu tolak ukur penyejarahan. Dan untuk mencapai semua hal yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan teater kampus secara bersama dalam bingkai nusantara ini, kiranya diperlukan sebuah bargainning position baik dalam kampus, negara maupun masyarakat secara luas.

 

“Berteater adalah pilihan, teater kampus juga pilihan, akan dibuat semacam klub atau gangster, ataukah organisasi, atau apapun itu; semuanya tidak akan lepas dari sistem yang saling mengikat dan masing-masing memiliki sistem tersendiri sebagai dirinya sendiri (Agus Didik-Ketua Panitia Temu Teman X)”

 

Maksud

    1. Teater Kampus adalah teater milik mahasiswa yang hidup dan berkembang dalam naungan institusi perguruan tinggi (kampus).
    2. Teater Kampus telah memiliki pusat koordinasi berupa Forum Temu Teater Mahasiswa Nusantara (Temu Teman) yang dapat dijadikan sebagai kongres teater kampus se-Nusantara.
    3. Temu Teman menjadi media untuk mengembangkan pemikiran, ide ataupun gagasan-gagasan serta aspirasi masyarakat teater kampus yang nantinya dapat dijadikan sebagai kekayaan bersama dalam menjalin dinamika, kekuatan dan pencapaian tujuan secara bersama.
    4. Temu Teman agar dapat menjadi mediator, fasilitator dan motor penggerak dalam hal tindaklanjut dari pemikiran-pemikiran atau rekomendasi-rekomendasi mahasiswa yang telah dibahas dalam kongres teater mahasiswa dalam forum Temu Teman.
    5. Temu Teman X agar dapat memberikan suatu pintu gerbang menuju reformulasi teater kampus pasca 10 tahun Temu Teman.

 

Peta Problem

Berbagai macam persoalan yang terjadi baik dalam tubuh teater kampus maupun dalam lingkungan teater kampus secara umum telah kami bagi dalam peta persoalan sebagai berikut :

  1. Persoalan Dasar/fundamental

Persoalan fundamental dalam teater kampus adalah hal dasar yang menjadi asas/fondasi teater kampus untuk menghidupkan dan mengembangkan teater kampus. Teater kampus bukanlah sekedar group atau sanggar yang memiliki spesifikasi/profesionalitas, tetapi teater kampus juga merupakan sebuah organisasi resmi yang didirikan dibawah naungan kampus sesuai dengan sistem dimasing institusi dibelakangnya. Hal mendasar ini yang kiranya menjadi persoalan umum bagi komunitas teater kampus yang baru berdiri atau berusia muda, dan tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada komunitas-komunitas yang sudah berumur, karenanya, bagi teater kampus yang sudah menapakkan sejarahnya dalam waktu cukup lama, pun perlu membuat sebuah otokritik pada dirinya sendiri, sebelum atau sesudah mendengar bahkan membahas kritik dari pihak lain.

Hal fundamental dimaksud tidak serta merta menjadi patron atau kiblat bagi seluruh komunitas teater kampus nusantara ini, ini hanyalah sebuah pandangan umum yang kemudian dianggap menjadi persoalan umum dengan percontohan beberapa teater kampus di Banyumas Raya sebagai sampel.

Keberadaan teater kampus sebagai organisasi terkadang melemahkan fungsi group yang memiliki titik fokus lebih maksimal dalam hal capaian-capaian dibandingkan organisasi teater yang memiliki sistem manajerial struktural yang baik. Sistem group akan menitikberatkan pada hal kultural yaitu adanya leader, permusyawaratan dan gotongroyong atau kekeluargaan. Capaian-capaian bukan sekedar formalitas, melainkan sebuah keinginan suci dan mendasar dari pelaku untuk berkesenian. Kan tetapi, kelemahan sistem group diantaranya terkadang terlalu berkiblat pada tokoh atau figur yang kadang pula dirasa melemahkan sistem demokrasi, hal ini perlu kita sadari bukan menjadi persoalan utama, karena group juga bekerja kolektif untuk mewujudkan visi bersama.

Beberapa persoalan fundamental yang belum atau perlu diwujudkan oleh teater kampus adalah sebagai berikut :

  • Visi dan karakteristik

Visi dalam kamus besar Bahasa Indonesia karangan Drs. Kamisa terbitan “Kartika”  Surabaya diartikan sebagai sebuah “kemampuan untuk melihat pada inti persoalan, pandangan, wawasan; apa yang tampak dalam khayal (imaji); penglihatan, pengamatan”. Kemudian dapat diartikan bahwa visi merupakan sebuah pandangan terhadap sesuatu yang penting tentang masa depan dan berpijak pada relitas empirik yang terjadi saat ini atau masa silam, karenanya, visi akan mewakili keinginan hakiki baik secara individu maupun bersama. Teater kampus dirasa perlu membenahi Visinya agar padangan-pandangan negatif tidak bertumpuk dan tidak lagi dianggap sebagai teater tanpa arah.

Kesadaran untuk mendirikan teater kampus dan kemudian mengembangkannya tidak akan mungkin lepas tanpa visi dan tujuan tanpa arah itu, bahkan manusia sendiri secara pribadi diturunkan oleh Tuhan bertujuan sebagai khalifah dimuka bumi ini. Tentunya, yang diharapkan dari visi teater kampus adalah visi yang sesuai dengan latar belakang (sosial, politik, dan lain-lain), kecenderungan, keinginan,  serta kemampuan dan kebutuhan yang melingkupi teater kampus itu berada, atau mungkin juga akan menjadi sebaliknya; teater kampus mampu menjadi isi dalam kosong atau ramai dalam sepi.

 

Selain visi, setelah teater kampus hidup dan berkembang, diperlukan semacam kesepakatan sosial tentang mitos yang akan menjadi karakteristik. Mitos adalah sistem kepercayaan yang dibangun dalam nurani manusia sebagai kepercayaan bersama tentang sesuatu hal, sedang karakteristik adalah ciri khas yang menjadi tombol klik/key word seperti apa dan bagaimana teater kampus itu.

Mitos dimaksud bahwa teater kampus sebagai dirinya sendiri atau dalam bingkai bersama perlu mencetak mitos semisal ; teater kampus dari, oleh dan untuk mahasiswa atau teater kampus harus hidup dan menghidupkan dan sebagainya. Mitos ini terkadang latah lewat slogan seperti teater untuk keberpihakan, kami ada untuk anda, dan lain-lain. Selain itu, mitos-mitos yang perlu dibangun haruslah berorientasi untuk kemajuan, bukan berarti membuat teater kampus kian mundur dan apalagi lepas tanpa bekas.

Kita dapat mengaca pada teater EMKA UNDIP pada 1990-an yang mematok dirinya sebagai teater pergerakan, hingga memunculkan gerakan-gerakan mahasiswa dikampusnya pada saat itu, atau teater ESKA UIN Suka Yogyakarta dengan konsep Teater Profetik yang digagas oleh Hamdi Salad dan kawan-kawan. Teater profetik ESKA selalu mencoba mengarahkan perilaku, sikap, ucap dan pertunjukannya pada hal-hal yang berkaitan dengan hal transendental seperti adanya larangan berpegangan tangan saat proses pertunjukan. Karakteristik inilah yang akan menjadikan teater kampus semakin kaya dan berwarna, bukan tanpa warna seperti yang disebut para kritikus teater kebanyakan.

  • Pembenahan diri dalam komunitas

Dapat dikatakan pembenahan diri ini sebagai usaha untuk memperbaiki diri, sistem atau budaya dalam diri teater kampus yang pasti akan berdampak pada pelaku teater atau yang terlibat dan bersentuhan didalamnya. Hal ini membutuhkan kesadaran yang amat besar dan lapangdada dari masing pegiat teater kampus untuk selalu belajar atau ngangsu kawruh dengan siapapun, berkontemplasi untuk membenahi ruh (spirit), evaluasi untuk meng-otokritik dirinya sendiri, serta membenahi diri secara intelektual dan mental.

Pembenahan diri itu seperti pada :

–          Manajemen group/pertunjukan perihal job deskripsi yang masih banyak tumpangtindih dengan manajemen organisasi. Pelaku teater kampus bukanlah pegawai eksekutif yang bekerja, digaji dan bersikap seolah profesional, melainkan sebuah lingkaran kerja kolektif yang berada dibawah payung leadership.

–          Pemetaan anggota sangat dibutuhkan dalam rangka pertanggungjawaban terhadap anggota atau mahasiswa yang mengikuti jejak langkah teater kampus begitujuga pada masyarakat yang menitipkan anaknya pada kampus agar belajar dan berkembang. Pemetaan anggota belum banyak dilakukan, walaupun sebenarnya sangat mudah karena rekruitmen anggota secara kuantitas masih minim. Pemetaan anggota ini dapat dilakukan pada awal masuk atau setelah beberapa waktu dirasa perlu. Sebagai contoh sebelum anggota masuk diwawancarai tentang potensi dan minat, harus disadarkan bahwa potensi yang dimikli merupakan kekayaan pribadi yang tidak dimilki orang lain, dan itulah yang sebenarnya perlu dimaksimalkan untuk dikembangkan. Pilihan-pilihan tersebut seperti pilihan untuk menjadi anggota tetap atau simpatisan. Anggota tetap akan berhak menentukan kebijakan tentang masa depan gorup/komunitas, sedang simpatisan akan dibatasi haknya untuk itu. Atau diberikan pilihan-pilihan sesuai minat, pada tari, musik, rupa atau mereka hanya ingin menjadi penghibur saja, semuanya perlu diwadahi dan diperdayakan.

 –          Budaya Intelektual; hal ini telah diakui oleh banyak pengamat bahwa budaya intelektualitas pada mahasiswa mengalami penurunan terutama dalam hal budaya baca, tulis dan diskusi. Pada teater kampus, ketiga budaya itu perlu diwujudkan saat ini juga karena pada prinsipnya, TEATER ADALAH ILMU. Budaya baca akan sangat berpengaruh pada kedua budaya setelahnya. Membaca bukan berarti harus literal, tetapi membaca alam/realitas juga masuk pengertian membaca secara luas. Budaya menulis akan melahirkan karya-karya, sumber inspirasi literal, referensi-referensi/rujukan serta pendokumentasian.

Hal kelam yang masih dimilki teater di indonesia adalah pada pendokumentasian proses pertunjukan maupun karya tulis berupa naskah drama. Ilham Zoebazary seorang dosen Universitas Negeri Jember yang juga pegiat teater di Jember, dalam tulisannya di blog pribadi menyebutkan tentang hasil statistik penelitian pada tahun 2007 bahwa buku kumpulan naskah drama muncul setiap lima belas tahun sekali, cerpen setiap satu bulan sekali, puisi setiap seminggu sekali dan novel hampir setiap tiga bulan sekali. Hal ini menjadi tamparan keras bahwa teaterawan di negeri ini perlu secara bersama membenahi diri, meningkatkan budaya berfikir, membaca dan menulis demi kebutuhan, keberlangsungan dan masa depan teater di Indonesia, termasuk teater kampus. Selain tulis naskah, yang sangat jarang terjadi adalah tulisan berupa essai, paper atau artikel tentang teater, minimnya diskusi mengakibatkan melemahnya budaya tulis essai yang sebenarnya sangat dekat dengan aspirasi. Lemahnya aspirasi akan megurung kritik pada batok kepala yang terus bertumpuk dan mengendap, tanpa ada pemecahan yang tepat dan obyektif. Mungkin juga perlu adanya semacam gerakan reading habit untuk menopang kebutuhan intelektual mahasiswa teater kampus itu.

 

  • Visi dan Konsep Pertunjukan

Visi Pertunjukan yaitu sebuah visi yang berisi tentang orientasi, arah, kepentingan dan kebutuhan pertunjukan yang berlandaskan pada tata nilai serta visi teater kampus sesuai tujuan dan target yang ingin dicapai pada masing pertunjukan. Targetan itu dapat berupa adanya solusi, kebijakan, atau hanya sekedar sampainya deskripsi tentang visi dan amanat pertunjukan pada penonton, Karena pada prinsipnya “Seniman seperti Rasul atau nabi, keduanya adalah Penyampai Pesan dari wahyu yang tertuliskan”. Sedangkan konsep pertunjukan yang selama ini dibuat oleh kebanyakan teater kampus masih dalam kategori lemah secara ilmiah.

Konsep adalah realisasi dari IDE, dan Ide merupakan sebuah kerangka berpikir yang terkonstruk dan bersifat ilmiah. Idea dalam bahasa inggris diartikan sebagai “sesuatu ideal yang hendak dicapai, ideal bermakna mulia dan tinggi”, artinya konsep pertunjukan ini akan membedah ide besar, mulia dan luhur yang diwakilkan dalam Visi pertunjukan. Konsep pertunjukan diharapkan dapat dipertanggungjawabkan secara intelektual dan ilmiah agar tidak menjadi beban mental bagi masyarakat dan pelaku pertunjukan, selain sebagai upaya pendokumentasian pertunjukan.

Hal-hal yang terkait dengan konsep adalah metode penentuan ide cerita, penulisan naskah, metode pendekatan, casting, penyutradaraan, latihan, evaluasi, pembiayaan dan lain-lain. Sebetulnya teater kampus bukan lemah pada konsep secara menyeluruh, akan tetapi penguasaan terhadap konsep-konsep yang masih lemah, kebanyakan masih terjebak pada dominasi stilisasi saja atau substansi saja, tetapi belum mampu menumbuhkan sinergitas style dan isi agar selain jadi tuntunan, teater juga dapat menjadi tontonan yang baik dan menyegarkan bagi masyarakat.

Terkadang teater kampus juga masih kurang tepat dalam memaknai post-strukturalisme atau teater kontemporer atau jaman eksperimental ini yang akhirnya hanya memunculkan pertunjukan-pertunjukan aneh, asing dan tidak merakyat. Masih teramat banyak kelas-kelas yang belum tersentuh oleh teater kampus yang masih menjadi Pekerjaan Rumah bagi kita semua.

  • Manajemen Penonton (Massa)

“Mbak Ratna Riantiarno tidak pernah malu untuk meng-sms fans teater koma kalau mau ada pentas dimanapun… (Wage Teguh Wijono-Alumni Bengkel Teater Rendra).

Kutipan diatas merupakan sebuah upaya yang dilakukan teater koma dalam bagaimana membangun jaringan penonton, simpatisan (fans). Ini merupakan bagian dari market pertunjukan. Teater Kampus sangat mampu berupaya untuk menjaring penonton karena sangat dekat dengan mahasiswa, apalagi saat ini media jejaring (internet) sudah menjadi bagian dari style masyarakat, selain itu juga memiliki database nomor HP seperti yang dilakukan Teater Koma, atau mungkin juga hal lain yang dapat dilakukan. Secara umum persoalan manajemen penonton masih jadi perdebatan, dirasa teater belum mampu mengarahkan penontonnya untuk setia pada teater. Tetapi dimungkinkan untuk teater kampus, karena masih berkutat pada satu lokal, maka untuk mengkondisikan penonton masih tergolong mudah.

Penonton, dengan kelas dan karakteristiknya adalah masyarakat Subyek yang menonton dan mengkritik secara obyektif, penonton dapat dijadikan salah satu tolak ukur keberhasilan sebuah pertunjukan. Keberhasilan sebuah pertunjukan tidak dapat dinafikan jika tanpa proses yang serius. Kualitas tidak akan dapat dibohongi dengan tampilan, polesan atau mungkin juga pernyataan-pernyataan dan retorika pementas, dan penonton adalah penyaksi yang melihat kejujuran itu.

 

Persoalan pengembangan

Pengembangan teater menjadi obrolan yang menarik bagi para pemerhati teater, termasuk teater kampus sebagai bagian dari kasih sayang terhadap kesenian. Terdapat banyak pengembangan-pengembangan yang belum dan dapat dilakukan oleh teater kampus diantaranya :

  • Networking

Salah satu ciri jaman post-modern adalah munculnya keterbukaan jaringan/network. Jaringan telah menjadi gaya dan bentuk tersendiri dalam segala aspek termasuk ekonomi, politik, kesenian, pendidikan, dan sebagainya. Jaringan yang dibangun saat ini sudah tergolong sangat maju karena sudah melewati lingkar bumi/dunia.

Jaringan-jaringan bagi teater kampus yang dapat membantu pengembangan teater kampus seperti :

–     Kampus atau Institusi, dalam hal ini teater kampus perlu menegaskan pada birokrasi kampus bahwa keberadaan teater kampus akan memberikan kontribusi positif. Harapan kebanyakan kampus adalah agar mahasiswanya kreatif dan berprestasi, maka teater kampus sebagai bagian dari sistem dalam kampus berkewajiban untuk menjadikan mahasiswa anggotanya kreatif dan berprestasi, baik dalam akademik maupun non akademik.

–     Sponsor dan Donatur

Salah satu hal penting yang masih bermasalah pada teater kampus adalah persoalan pendanaan. Teater kampus secara umum masih sangat sempit dalam menjamah sponsor dan donasi, kebanyakan biaya dikeluarkan oleh kampus dan iuran atau uang lainnya yang tidak terikat. Melihat fenomena beberapa Temu Teman kebelakang yang belum mampu menggait sponsor dengan maksimal, begitu juga masing teater kampus dalam hal pertunjukan, salah satu pendukung kesuksesan pertunjukan adalah persoalan finansial. Banyak sekali perusahaan-perusahaan yang rela mengeluarkan dana hibah untuk kesenian dan sosial, tetapi sepertinya teater kampus belum mampu atau mau untuk menyentuhnya.

–       Lembaga Kebudayaan daerah, nasional dan asing

Jaringan yang terkadang tidak dijamah oleh teater kampus yaitu lembaga kebudayaan daerah seperti dewan kesenian, sanggar-sanggar, lembaga kebudayaan nasional seperti FTI, Kementerian kebudayaan serta lembaga kebudayaan asing seperti The Japan Foundation, ICF, dan sebagainya. Selain lembaga kebudayaan, arsip-arsip daerah dan nasional, perpustakaan-perpustakaan juga jarang disentuh oleh teater, terutama teater kampus, inilah yang menimbulkan kesan ekslusive-nya teater terhadap pihak lain.

–       Media Massa dan Elektronik dan online

Media massa baik yang berskala nasional, regional, lokal maupun buletin, majalah atau tabloid bulanan sangat banyak dan terbuka, apalagi jaringan televisi nasional dan lokal yang semakin berkembang serta media online yang kian memaju, ini adalah kekayaan jaman post-modern yang dapat dimanfaatkan oleh teater kampus untuk membantu persoalan market pertunjukan. Kendala besar yang menjadi alasan adalah persoalan keterbatasan link dan pendanaan atau mungkin juga teater kampus tidak mengetahui mekanisme kerjasama dengan mereka.

  • Teknologi Pertunjukan

Persoalan penting dan menarik karena di Indonesia, pertunjukan teater dengan media teknologi yang canggih/maju masih sangat langka, karena membutuhkan biaya yang cukup besar. Teknologi yang sekarang sedang berkembang, selain komputerisasi yang dapat mendesain animasikan pertunjukan pada video atau latar panggung dalam animasi, juga media online yang kemungkinan dapat dipakai teater untuk mempertunjukan teater secara tele conference.

  • Riset Pertunjukan

Salah satu hal yang jarang dilakukan oleh lembaga kebudayaan, termasuk teater, apalagi teater kampus adalah persoalan riset (penelitian) yang sebenarnya sangat membantu dalam hal penggalian sejarah, wacana/wawasan, dokumentasi dan sebagainya yang erat kaitannya dengan pertunjukan atau sekadar kepentingan pendokumentasian kebudayaan. Sebagai contoh adalah Teater garasi konsisten dengan penelitiannya untuk sungguh-sungguh mempersiapkan pertunjukan dengan bahan data empirik dan kerja kerasnya.

  • Pengembangan Sayap (Bahu-membahu)

Teater kampus selama ini sudah melakukan pengembangan sayap berupa adanya proses transformasi ke sekolah-sekolah, akan tetapi hal ini dirasa masih sangat kurang, apalagi jikalau melihat teater adalah sebuah media pendidikan karakter (disebut dalam pidato Mendiknas awal Februari 2012). Selain sekolah-sekolah, penyelamatan atau bahkan saling bahumembahu/gotongroyong menghidupakn komunitas teater yang baru berdiri atau akan mati/beku, menjadi tugas dan tanggungjawab bersama teater kampus didaerahnya yang terdekat itu. Selain itu, proses kerja bersama, menggarap pertunjukan besar dengan kerjasama dalam tim, saling mengisi kekurangan dengan diskusi bersama, latihan bersama dan sebagainya akan sangat membantu pengembangan teater dalam rangka “Memasyarakatkan Teater”.

Selain usaha pengembangan pada sekolah-sekolah, teater kampus juga perlu mendorong generasi muda dalam hal membangun mental, mengembangkan hobi, bakat dan minat agar degradasi mental dan karakter generasi muda yang pada Temu Teman IX dipersoalkan itu, menjadi semakin berkurang. Pemuda tanpa arah saat ini teramat banyak, karenanya, tugas teater kampus sebagai sesama satu generasi yang sadar akan masa depan perlu menjadi motivator dan pendongkrak semangat. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga/organisasi/kelompok kepemudaan pada setiap tingkatan, desa, kecamatan, daerah atau pusat.

  • Pusat Dokumentasi

Berdasar pengalaman beberapa komunitas atau perorangan yang mengalami persoalan dalam proses kerjasama dengan jaringan sponsor atau instansi kepemerintahan, termasuk lembaga kebudayaan asing adalah karena teater dan teater kampus khususnya lemah pada dokumentasi dan data serta rujukan, termasuk juga pendokumentasian pada Temu Teman dan event-event lainnya. Pendokumentasian itu dapat berupa Pustaka, Website, Gedung dan atau Pengelolaannya.

  • Power (Kekuatan) dalam kampus, negara dan masyarakat.

Siapapun manusia, atau komunitas apapun dalam kehidupan sosial sangat membutuhkan pengakuan dan posisi strategis yang akan membantu dalam memenuhi keadilan tentang hak dan kewajibannya. Teater Kampus adalah kelompok yang menjadi bagian dari struktur sosial, bahkan juga politik yang selayaknya memiliki bargainning position baik dalam kampus, negara maupun masyarakat. Terlalu lama teater menjadi makhluk aneh bagi masyarakat, termasuk juga eksklusivitasnya yang teramat dalam, barangkali untuk menncintai terlalu berat, untuk mengetahui keberadaan teater/teater kampus saja masih jauh dari akses terhadap masyarakat secara luas, karenanya, ruang publik adalah salah satu bagian dari strategi mengenalkan teater yang sudah teramat asing ini kepada masyarakat, baik melalui pertunjukan, diskusi-diskusi, pendidikan kesenian maupun yang lainnya.

Kesimpulan

    1. Visi apapun yang diinginkan oleh teater kampus dan pelakunya, asal dilakukan sesuai prinsip gerak yaitu SADAR akan Visi dan orientasinya itu.
    2. Keanekaragaman konsep, gaya dan keliaran-keliaran teater kampus bukanlah tanpa bentuk, inilah kekayaan yang sesungguhnya.
    3. Teater kampus saat ini hidup pada jaman post-modern atau post-industrial, dengan post-strukturalisme teater-nya, tetapi, jangan sampai jaman ini betul-betul diwujudkan sebagai Jaman Edan bagi teater kampus, perlu selektif dalam mengais kebudayaan atau style orang atau kelompok atau negara lain, teater kampus diharapkan menjadi dirinya sendiri dan menorehkan sejarahnya sendiri sesuai tata nilai yang dibangun pada tubuh teater kampus itu.
    4. Teater Kampus saat ini sudah kreatif, tetapi dalam hal penanggulangan terhadap persoalan dan kebutuhan global, teater kampus perlu menjadi super-kreatif, perlu dipikirkan alternatif-alternatif dalam menghidupi dan menghidupkan teater kampus.
    5. Untuk menengarai kepentingan dan kebutuhan bersama, diperlukan sebuah pusat koordinasi, dokumentasi dan gotongroyong, saling mengingatkan dan saling membantu antar teater kampus agar perjalanan bersama dalam berkesenian kian berwarna positif dan inovatif.
    6. Temu Teman agar dapat dijadikan sebagai pusat koordinasi, dokumentasi dan kongres teater kampus seluruh Indonesia.
    7. Temu Teman dapat mewadahi aspirasi teater kampus yang berupa kebutuhan-kebutuhan mendasar/fundamental, kebutuhan wacana keilmuan serta jaringan dan keterbukaan dengan pihak lain yang akan sangat membantu dalam hal pendanaan, penelitian dan penggalian pengalaman.

 

Redaksional

Menimbang dari gambaran tentang latarbelakang, persoalan, serta beberapa kesimpulan, maka dapat disimpulkan bahwa yang perlu dimiliki oleh teater kampus baik dalam diri tubuh teater kampus maupun secara bersama, diperlukan adanya Visi dalam Temu Teman X ini sebagai berikut :

Visi :

“Mengukuhkan kembali kesadaran, kepercayaan diri, spirit dan keinginan teater kampus sebagai teater terpelajar yang berideologi, berwawasan luas, super-kreatif dan inklusif dalam bingkai peradaban global”

Penjelasan :

Kukuh     : Kuat, teguh, tidak mudah rusak atau roboh; tidak mudah goyah oleh pengaruh orang lain.

Mengukuhkan berarti memperkuat atau memperteguh.

Sadar      : Merasa, tahu dn mengerti, siuman, insyaf.

Kesadaran berarti keinsafan, keadaan mengerti; hal yang diraskan atau dialami oleh seseorang

Percaya Diri : Mengakui akan sesuatu yang ada pada dirinya

Kepercayaan Diri berarti pengakuan dengan sungguh-sungguh tentang sesuatu yang terjadi pada dirinya baik potensi, bakat maupun

kekurangannya.

Spirit      : Dorongan (semangat)

Ingin       : Suatu gerakan (dorongan)

Keinginan berarti sutu dorongan hati untuk melakukan sesuatu;

Pelajar    : Yang sedang belajar (sekolah)

Terpelajar berarti terdidik atau berpendidikan atau berlaku selayaknya orang yang berpendidikan.

Ideologi   : Cara pandang; Asas cita-cita yang dipergunakan sebagai dasar pemerintah atau organisasi suatu Negara.

Berideologi memiliki cara pandang dan asas dalam berfikir, berperilaku dan berktifitas; mempunyai ideologi

Wawasan           : pandangan atau paham tentang Sesutu

Berwawasan luas berarti berpandangan luas.

Kreatif    : Berdaya cipta, mampu berkreasi.

Super-kreatif berarti lebih berdaya cipta atau lebih kreatif.

Inklusif    : Terbuka, tidak eksklusif

Adab       : Sopan

Peradaban : kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lhir batin;

Peradaban global berarti kebudayaan yang berlaku umum atau universal (mendunia)

 

Misi :

  1. Memberikan ruang penyadaran akan posisi, tugas, tanggungjawab teater kampus sebagai teater terpelajar.
  2. Memberikan ruang penyadaran tentang ideologi sebagai pandangan hidup teater kampus, dari ideologi itulah akan muncul karakteristik.
  3. Memberikan penyadaran bahwa teater adalah Ilmu, memberikan ruang pendidikan dan latihan dalam rangka membantu memetakan persoalan dalam tubuh teater kampus baik yang fundamental maupun pengembangan. Secara singkat dapat dikata bahwa teater kampus adalah Laboratotium mahasiswa, dan Temu Teman adalah laboratorium teater kampus.
  4. Memberikan ruang dialektika bagi teater kampus untuk saling berbagi.
  5. Memberikan ruang apresiasi dan hak-hak serta kewajiban apresiator agar terwujud penghargaan terhadap proses yang akan menentukan kualitas apresiasi.
  6. Membuat pendokumentasian hasil karya dan mempublikasikannya kepada masyarakat secara luas.
  7. Memberikan pemahaman tentang pentingnya kreatifitas dalam berkarya yang akan memacu semangat untuk berprestasi.